Agama Protestan di Minahasa
(dari "De Indische Gids", 31ste Jaargang, hlm 1056 oleh J.E. Meyer, tahun 1909).
Oleh: Boèng Dotulong
Jauh sebelum Zendeling datang ke Minaesa/Minahasa, orang Minahasa telah mengenal Kristus; pada masa Portugis kemudian Spanyol. Pendeta Belanda yang datang mengunjungi Minahasa pertama adalah Jacobus Montanus. Tiba 17 November 1675, selama 15 hari. Pengunjung berikutnya adalah Gualterus Peregrinus 6-11 November 1676, kemudian 2 Desember 1676, dan terakhir 28 Februari 1677.
Ds. Stampioen datang di Manado pada tahun 1694; Pendeta tetap baru tahun 1695, yaitu Ds. Nan Aken tapi meninggal dalam tahun yang sama. Baru kemudian seabad lebih, pada akhir bulan April 1817 datang di negeri Kema (Tonsea) Ds. J. Kam (yang suka disebut "Rasul dari Maluku.") Dalam tahun 1819 Ds. Lenting telah membaptis di negeri Kapataran (distrik Tondano-Touliang) 539 orang (Maandblad NZG XII "Overzicht v.h. Zendingwerk in de Minahasa" tahun 1868, h. 104). Ds. J. Kam mengirim Zendeling Jungmichel ke Minahasa, ia tinggal dari tanggal 11 Februari 1821 sampai 6 April 1821. Dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Maluku bertanggal 31 Desember 1821, datanglah ke Minahasa Pendeta J. Roorda van Eijsinga dengan tugas mengembangkan agama Kristen.
Tanggal 3 Juni 1822 tiba Zendeling Lammert Lammers di Kema, bersamaan dengan Zendeling Daniel Muller di Manado. Akan tetapi untuk pendeta tetap (kedua kali) baru tanggal 7 Januari 1827 dengan tibanya Ds. Gerrit Jan Hellendoorn yang berdomisili di kota Manado. Ia dapat dianggap sebagai peletak dasar pertama dari Zending di Minahasa. Ia mendesak NZG (Nederlandsche Zendeling Genootschap), yang didirikan tahun 1797 di Rotterdam, untuk mendirikan "Hulpgenootschap" (perserikatan bantuan) di Minahasa. Dalam rapat tahunan NZG tahun 1829 permintaan tersebut dikabulkan dengan Gerrit J. Hellendoorn diangkat sebagai ketua. Sepeninggalnya pada tanggal 18 agustus 1839 maka terhentilah perserikatan tersebut.
Johann Friedrich Riedel dengan istrinya (asal Haruku) tiba di Manado tanggal 12 Juni 1831. Bersama Residen Manado dan Ds. Gerrit Jan Hellendoorn mereka mengelilingi Minahasa untuk menentukan "pusat stasiun agama Protestan." Pilihan jatuh di Tondano. Saat itu penduduk Tondano berjumlah empat ribu jiwa. Kota Tondano adalah pos pertama di Minahasa. J.F. Riedel masih berdiam di Manado selama tiga bulan untuk mempelajari bahasa Tondano, sebelum ia menempati posnya pada tanggal 14 Oktober 1831.
Kepala Walak Tondano-Touliang saat itu adalah Boeng Dirk Ratumbuijsang, istri P. Walalangi. Nicolaus Philipp Wilken dari Tomohon saat itu mengatakan: "... dalam tahun 1838 Kepala Walak Tondano sudah menjadi Kristen, yang turut memajukan serta merasa penting keagamaan Kristen. Karena kepala-kepala walak besar pengaruhnya dalam masyarakat, maka usaha mereka sangat membantu pekerjaan Zending. Mereka membangunkan yang lain-lain untuk menjadi seorang Kristen serta mengajarkan pula, sebisa mereka, tanpa diketahui zendeling. Rakyatpun datang dan tanpa banyak kesulitan dapat ditahbiskan ... "
Bulan April 1850 Riedel mulai sakit-sakitan, maka zendeling Hendrik Willem Nooij datang untuk membantu pada bulan Mei 1852. Ia menikah dengan salahsatu anak Riedel. Nooij meninggal dalam usia muda dengan meninggalkan seorang anak perempuan. Pada tanggal 31 Oktober 1854, tiba di Tondano Zendeling Hessel Rooker. Untuk pertamakali Hessel Rooker memimpin kebaktian di kota Tondano pada tanggal 26 November 1854. Ketika H. Rooker tiba di Tondano sudah terdapat 15 cabang jemaah dan pada tahun 1884 menjadi 24 buah. Semua cabang adalah cabang jemaah yang telah tetap, maju dan sedang menuju ke tingkat berdikari. Penulung-Injil, Timbeler Silvanus Item (murid kesayangan Riedel), adalah pembantu tetap dari Hessel Rooker.
Pada suku Tondano terlihat pula ciri-ciri yang khusus. Hendaklah diperhitungkan di sini dengan sifat-sifat dari rakyat. Suku Tondano adalah suku yang rajin, berani dan keras hati; mereka adalah suku yang kuat. Keagamaan dalam masyarakat berkembang indah serta kukuh. Hanya di Tondano, di sekeliling danau Tondano dan di "Tondano-Pante"(Pantai-Tondano) pengunjung sekolah sangat baik. Pertemuan di gereja serta dalam pendidikan sudah menjadi urusan masyarakat. Salah sebuah ciri pada suku Tondano, yaitu: kaum wanita dalam banyak hal lebih aktif dari kaum pria. Ini berlaku (pada masa silam) dalam hal urusan-perbatasan, pemberontakan, dst. Gejala ini terlihat pula sewaktu akan dibangun Gereja baru, dalam pekerjaan penginjilan, dalam biblestudy. Kaum wanita memiliki rapat pertemuan keagamaan sendiri, di mana persoalan diperbincangkan dengan mantap serta dilaksanakan. Dari sini ternyatalah bahwa agama telah menjadi urusan rakyat. Di Tondano pula dijumpai benih-benih pertama (di kemudian hari di ikuti distrik yang lain) di mana jemaah mengadakan rapat umum serta mengundang seluruh jemaah sekeliling Tondano maupun zendeling-zendeling turut ikut diundang untuk membicarakan di depan umum tentang kepentingan jemaah, kaum remaja, turunan mendatang dan mengenai pekabaran Injil. Di sini terasa benar yang mana agama telah menjadi urusan rakyat, telah bersatu dalam kehidupan masyarakat, telah tertanam untuk selama-lamanya. KERAJAAN TUHAN TELAH DATANG DAN AKAN MELANJUTKAN PERKEMBANGAN DENGAN SENDIRINYA DI ANTARA RAKYAT.
0 comments:
Post a Comment