Saturday, October 31, 2009

Perang MALESUNG versus BOLAANG-MONGONDOUW

[Bagi teman-teman dari Bolaang-Mongondow yang kebetulan membaca tulisan ini, biar kiranya tulisan ini sekedar menjadi refleksi sejarah yang mengatakan kepada kita semua sekarang ini bahwa kita telah belajar apa arti permusuhan dan persahabatan, dan olehnya kita telah memperoleh kebajikan untuk memberi teladan kepada mereka yang kelak datang sesudah kita.]

Oleh: Boèng Dotulong

Perang Pertama (1606)
Ketika orang-orang Bolaang di bawah kepemimpinan Ramokian (salah seorang anak dari Rama Polei/Polii) bersama iparnya Panulogon menderita kekalahan dalam perang di Langoan, mereka meminta didatangkan balabantuan dari Bolaang dan menyerang negeri Kakas dan Tondano.
Akan tetapi pahlawan-pahlawan dari kedua walak ini yang dipimpin oleh kepala walak Dotu Gerungan dari Tondano dan dotu Wengkang dari Kakas memukul mundur musuh sampai di Mangket, dekat negeri Kapataran yang sekarang.

Ketika didengar di Remboken tentang serangan atas sesukunya maka kepala walak Turumetor(1) (anak tiri dari kepala walak Tountemboan, yaitu Kaät) bersama pemimpin-pemimpin yang lain: Kambil, Pakele, Sumojop, Kawengian, Koagow, Sumarau, Kowaäs dan Sendou berangkat menuju Mangket di mana laskar Bolaang telah membangun kubu-kubu pertahanan berupa "benteng" dan menyerangnya.

Di depan pintu benteng Tarumetor menusuk mati Ramokian. Setelah berada dalam benteng mereka menemukan di samping laskar biasa juga Panulogon yang juga mati terbunuh.
Pedan Ramokian disimpan di Remboken.

PERANG KEDUA
Ratuwinangkang (anak Panulogon dari istri Raunpo'ondou) setelah menjadi raja, maka anaknya Ratuwangkang dipilih sebagai Panglima. Kedua-duanya ingin mencaplok tanah Malesung dan memeranginya terus menerus. Gangguan ini membuat "keempat suku di pegunungan" mengikat sumpah untuk bergabung dalam satu kesatuan.

Lima tempat ditentukan untuk diadakan "upacara khidmat" ini, yaitu di:
1. Touneroan;
2. Niaranan;
3. Pakewa;
4. Ro'ong-Wangko (Tourikeran=Toudano) dan
5. Di kaki Gunung Wulur-Ma'atus.

Semenjak saat itu seluruh suku-suku menjadi satu MAESA artinya “bersatu”
di bawah nama bersama M I N A E S A (= telah menjadi satu)(2)

Laskar Bolaang yang datang memerangi sukubangsa Minaesa membagikan diri dalam lima bagian-pasukan:

Pasukan Pertama: di bawah pimpinan rajanya (Ratuwinangkang) menyerang Manado (suku Toumbulu);
Pasukan Kedua: di bawah pimpinan panglimanya (Ratuwangkang) menyerang Tondano, Kakas dan Remboken;
Pasukan Ketiga: di bawah pimpinan Romimpisan maju menyerang suku Tountemboan;
Pasukan Keempat: dibawah pimpinan Kuhiting menyerang suku Tounsea;
Pasukan Kelima: menyerbu Pulau Lembe dan Bangka.

Alangkah kecewanya pasukan Bolaang yang tidak mengetahui adanya "ikrar bersama" tersebut di mana "kesatuan telah tercetus dalam SUMPAH"; karena di mana-mana mereka dikalahkan dan yang tertinggal lari tercerai-berai terpencar diseluruh Minaesa.

Akibat terpencarnya sisa-sisa ini membawa "efek samping" karena mereka mulai mengadakan "perang gerilya" di mana dengan membentuk kelompok-kelompok mereka merampok dan membunuh.

PERANG KETIGA (dan yang terakhir)
Dengan terjadinya gangguan-gangguan tersebut maka suku yang telah bersatu "sè MAESA" berkeputusan akan menghancurkan serta membasmi mereka untuk selama-lamanya.

Utusan dikirim keseluruh empat suku; serangan kali ini akan dilakukan oleh pasukan Minaèsa dan tidak akan berhenti sebelum sumua musuh dikalahkan.

Pasukan yang telah bersatu dipimpin oleh kepala-kepala dari:
Suku Tountemboan (Tounkimbut) yaitu: Koemeang, Porong, Lampas, Waani;
Suku Tounsea (Tountewoh) yaitu: Lengkong Wuaya, Ramber;
Suku Toundano (Tourikeran) yaitu: dotu Gerungan;
Kakas (Kina'kas) yaitu: Wengkang;
Remboken (Rinembok) yaitu: Tarumetor, Pakele, Kambil, Kentur;
Suku Toumbulu (Mayesu) yaitu: Pelealu, Wangka, Tekelingan.
Jumlah seluruhnya limabelas pemimpin.

Setelah semua persiapan telah lengkap majulah mereka ke arah musuh yang terpencar di mana-mana. Pertempuran perorangan sering terjadi, sengit dan ganas bentrokkan tsb; akhirnya gerombolan-gerombolan terusir jauh sampai ke tanah mereka sendiri, yaitu di seberang sungai Poigar.

Sungai ini ditentukan sebagai batas (perbatasan) antara Minaesa dan Bolaang-Mongondouw dikemudian hari.

(1) a. "Historische verhalen e Legenden v.d. Minahasa", hlm 281; th 1916; oleh J.E. Jasper.
b. "Inilah Pintu Gerbang Pengetahuan itu", hlm 37, th 1862; oleh J.G.F. Riedel.
c. "Tontemboansch Namen Register...", hlm 70 -74, th 1927; oleh Sam Welej.
(2) "Historische verhalen en Legenden v.d. Minahasa", hlm 283; th 1916; oleh J.E. Jasper.

Lestarikan Bahasa Tondano Group

5 comments:

Sumitro June 7, 2019 at 12:34 AM  

Cerita sejarah di atas adalah tulisan seorang anggota dewan minahasaraad sekitar tahun 1900an,yang kemudian di bukukan oleh pihak belanda.

Tidak ada sejarah perang atas minahasa dan bolaang,pisahnya bolaang dan minahasa oleh karna kontrak di abad kr 17 sekitar tahun 1696 di mana Raja Jacobus manoppo menyepakati kontrak bersama VOc bahwa di sisi timur kerajaan bolaang dengan batas poigar pontak Buyat menjadi batas kontrak setiap tahun voc membayar pajak kontrak.namun di abad ke 18 VOC bangkrut sahamnya di ambil alih kerajaan belanda.

Secara hukum internasional otomatis wilayah minahasa menjadi hak penuh kerajaan belanda untuk di atur dan di kelola.walak walak minahasa di atur oleh seorang controlour belanda.

Bolaang dan minahasa adalah satu kesatuan yang di pecah oleh kepentingan vov di sulawesi utara.tidak pernah ada sejarah perang atas minahasa.ada 3 Raja bolaang di asingkan voc ke afrika selatan krn mempertahankan kesatuan minahasa dan bolaang di masa lalu.

Kata minahasa nnt muncul di abad ke 18 minahasa sebenarnya berbeda bahasa dan suku krn terdapat 9 suku berbeda.belandalah yang menyatukan 9 suku tersebut.agar dalam pemerintahan belanda tidak terjadi kesulitan kesulitan.

Leluhur minahasa tertua yg berada di wilayah bolaang mobgondow ada di mariri,dan poopo leluhur itulah yang dahulu menentang hegemoni voc atas selawesi utara..minahasa dan bolaang sengaja di adu domba agar voc bisa memantapkan kekuasaannya di sulawesi utara.

Sejarah bohong di atas harus diluruskan hampir 250 tahun minahasa dan bolaang di adu domba dengan sejarah palsu titipan belanda.

Jika benar minahasa dan bolaang pernah menjadi musuh nyata dalam sejarah di pastikan tak mungkin ada koloni minahasa di tanah totabuan Bolaang mongondow Raya..!

Alfan January 4, 2020 at 9:43 PM  
This comment has been removed by the author.
Alfan January 4, 2020 at 9:45 PM  

Sumber tidak valid, coba liat sejarah di tribun news manado

Unknown August 23, 2020 at 12:29 PM  

Sanggahan I : Tidak ada nama Ramokian dikenal dalam sejarah kerajaan Bolaang Mongondow. Jika dia disebut anak dari Ramopolei atau Polii, tidak ada nama Ramopolei dalam sejarah kerajaan Bolaang Mongondow. Jikapun yg dimaksud adalah salah penulisan/penyebutan nama hingga merujuk pada Damopolii, maka Punu (sebutan Raja di masa sebelum Loloda Mokoagow) Damopolii berkuasa di tahun 1480 – 1510. Sedangkan tulisan ini diklaim bahwa ‘Perang’ terjadi tahun 1606, atau 100 tahun sesudah Damopolii tidak lagi berkuasa.

SANGGAHAN II : Siapa ini Ratuwinangkang yang disebut anak Panulogon dari istri bernama Raunpo’ondou??? Apalagi disebut sebagai Raja. Tidak ada Raja Bolaang Mongondow bernama Ratuwinangkang dan memiliki anak bernama Ratuwangkang. Jikapun salah penulisan/penyebutan nama hingga yang dimaksud adalah Datoe Binangkang, maka Datu (sebutan Raja pada masa Loloda Mokoagow) berkuasa pada tahun 1653 hingga 1694. Sedangkan konon ‘Perang’ ditulis dalam artikel ini terjadi pada tahun 1606. Artinya sudah habis perang, baru 50 tahun kemudian Datu Binangkang atau Loloda Mokoagow menjabat sebagai Datoe/Raja. Kan jadi lucu).


SANGGAHAN III : Coba jujur lagi baca sejarah, dan jujur mengakui, mulai kapan 9 suku bersatu? Ayo coba baca lagi sejarah dengan lebih jujur, kapan itu?)

(SANGGAHAN III : Di mana ikrar bersama itu dilakukan? Kiraw2 tahun berapa? )



SANGGAHAN IV : Batas ini bukan ditentukan oleh ‘Perang’ melainkan lewat kontrak antara Raja Jacobus Manoppo dengan VOC. Siapa itu Jacobus Manoppo? Adalah anak Datoe Binangkang alias Loloda Mokoagow dari istri kedua yang dibawa, disekolahkan, dan dididik VOC untuk persiapan menggantikan Ayahnya lewat siasat kompeni. Keliru kalau batas ini dikatakan diperoleh karena ‘Perang’)

Anonymous May 10, 2023 at 5:28 PM  

Ini cerita fiksi dimana sipengarang duduk2 dan berimajinasi,tidak ada fakta dan refrensi yg jelas soal tulisan diatas,tidak ada penyerangan yg dilakukan suku Mongondow sampai kalah dan sampai bergeriliyandi hutan dan turun membunuh dan merampok,ini adalah khurafat sipengarang, MARI BERIKAN TULISAN SEJARAH SESUAI FAKTA,SEBAB ANAK CUCU BOLAANG MONGONDOW DAN MINAHASA BISA MENJADIKAN REFERENSI SEJARAH NENEK MOYANGNYA YANG INDAH DAN MENJADI JENANGAN PEMBELAJARAN BAHWASANYA DAMAI ITU INDAH DI TANAH SULUT



Lindungi Danau Kita dengan Menjaga Hutan Kita. Jangan biarkan ini terjadi!

http://www.wepa-db.net/pdf/0712forum/presentation26.pdf

Popular Posts