Great Leader for Great Minahasa
Oleh: Veldy Umbas SE
Gagah berani dan kokoh terpancar dari patung Korengkeng dan Sarapung seketika kita memasuki Kota Tondano. Sayang, kisah kepahlawanan dua ksatria Minahasa itu masih menjadi serpihan-serpihan memori kultural Minahasa tentang sejarah heroisme bangsa Minahasa yang berserakan di atas amnesia budaya Tou Minahasa.
Padahal, guratan-guratan suverinitas ini jelas menjadi modal dasar untuk mem-bangun Minahasa masa depan. Bahwa, Tou Minahasa adalah perjalanan panjang sejarah dengan semangat leluhur di masa lampau, merentas jaman dan peradaban, untuk menuju Minahasa hari esok yang gemilang. Kita toh tidak bisa menghapus sejarah bahwa the founding fathers bangsa Indonesia yang kait-mengait dengan sejarah peradaban Minahasa yang kuat dimaknai oleh Ratulangi, Maramis, Palar, dll.
Ini bukan soal nostalgia belaka. Ini adalah panggilan peradaban bahwa Tou Minahasa yang nga’asan, niatéan dan mawai, harus benar-benar pula memaknai hidup menuju Minahasa yang moderen dan sejahtera. Barangkali, ekspektasi publik yang mulai luntur oleh kenyataan-kenyataan objektif yang meluruhkan spirit pembangunan dan pengembangan Minahasa. Lihat bagaimana potensi Danau Tondano yang redup seiring enceng gondok merengkuh keindahannya, sekaligus mematikan memori heroisme perang Tondano yang dulu gegap gempita memerahkan Danau Tondano. Lalu, cengkih yang terus menerus menjadi komoditi menggemaskan, mahal di saat tidak musim, murah saat petani memetiknya; cengkih tak lagi emas cokelat! Di sektor pendidikan menjadi persoalan yang sangat merisaukan kita. Di tengah angka trafficking, kriminalitas, dan berbagai sakit sosial ini terus melonjak, angka partisipasi pendidikan justru melorot.Yang lebih aneh, dalam dua tahun terakhir angka penduduk perempuan di Minahasa merosot tajam higga tujuh persen (data ICRES 2007); indikasi ekspor perempuan Minahasa?
Kita bahkan mungkin sedang mengalami tragedi kebudayaan, karena kesadaran kultural Tou Minahasa mulai pudar seiring dengan merambahkan kapitalisme dan neo liberalisme menjalar ke berbagai sendi kehidupan.
Maka, Minahasa ke depan tidak punya pilihan. Genderang kompetisi global telah ditabuh. Sementara persaingan memperebutkan supremasi ekonomi antar daerah otonom terus berpacu.
Klaim Manado menjadi kota wisata dunia, Tomohon kota bunga, Minsel dengan konsep agropolitannya menjadikan Minsel pusat rempah-rempah dunia, Bitung dengan kota pelabuhannya, Minut dengan konsep wisata baharinya, dsb. Sayang sekali tidak bisa memberikan pilihan lagi bagi Kabupaten yang indentik dengan induk pemekaran ini yang selama ini diam, statis, jalan di tempat, dengan sekadar harapan-harapan kosong tentang perubahan.
Karena itu, mari kita melukis indah Minahasa esok yang penuh warna. Sebuah lukisan Minahasa yang penuh dengan ekspresi, apresiasi, dan kreativitas; dalamnya kita ingin agar hidup mejadi lebih baik, Minahasa menjadi tempat yang nyaman untuk tinggal (stay), tempat yang indah bagi para pelancong menikmati keindahan alam (visit), dan bahkan menjadi daerah tujuan investasi yang kondusif untuk menggairahkan perekonomian rakyat (invest).
Artinya, Minahasa ke depan adalah Minahasa yang besar (great) yang mana semua cita-cita perubahan dan pembaharuan itu dapat dicapai dengan menempatkan rakyat sebagai subjek utama pelaku pembangunan. Minahasa yang besar juga berarti Minahasa yang mampu menyelesaikan masalah petani, nelayan, buruh, tukang dan bahkan PNS. Di mana rasio pendapatan dengan harapan hidup meningkat seiring dengan meningkatnya pula tuntutan konsumsi yang makin tak terelakan. Karena itu, kita berharap Minahasa yang besar kelak akan menempatkan sejumlah agenda berikut dalam prioritas program pembangunannya, yakni;
I. pelayanan dan sarana publik.
Yaitu meliputi standar minimum kebutuhan masyarakat. Seperti, pelayanan kesehatan yang memadai dengan meningkatkan mutuh pelayanan kesehatan rumah sakit lokal, Puskesmas, Pustu, Polindes, Posyandu, dsb. Di sektor pendidikan, pemerintah diharapkan tidak sekadar memberikan beasiswa serta pendidikan murah, tapi juga meningkatkan kualitas pendidikan yang meliputi, peningkatan kapasitas dan kompetensi tenaga pendidik juga sarana-prasarana penunjang pendidikan seperti alat peraga, laboratorium dan komputerisasi. Masalah transportasi dan sarana penunjangnya seperti terminal, halte, resting area, dsb.
II. sistem birokrasi.
Konsep birokrat adalah pelayan rakyat nampaknya masih jauh panggang dari api. Karena itu reformasi birokrasi menjadi cita-cita rakyat Minahasa yang diharapkan benar-benar menjadikan aparat birokrasi kita menjadi profesional yang menempatkan diri sebagai pamong pelayan rakyat. Bukan arogansi dengan embel-embel pegawai negara yang mentereng. Dari sinilah maka ide-ide besar seperti good governance (tata kelola) dan clean goverment (pemerintahan yang bersih) dapat kita gagas. Di samping itu, perlu pula agar model pemerintahan yang moderen, efektif dan efisien, harus dilengkapi dengan sarana penunjang seperti komputerisasi administrasi desa.
III. prioritas pembangunan ekonomi harus benar-benar dilakukan secara tulus dalam pengertian yang sebenar-benarnya. Motif pembangunan ekonomi selama ini cenderung bersifat politis sehingga dampak dari program-program berlabel revitalisasi dan sebagainya hanyalah bersisa tulisan di atas kertas. Karena itu komitmen untuk memajukan sektor ekonomi rakyat harus turun dari keinginan kuat pemimpinnya. Barangkali Gubernur Gorontalo, Bupati Sragen, dan beberapa bupati daerah lainnya menjadi contoh dari betapa pemerintah bersungguh-sungguh ingin agar ekonomi rakyatnya bertumbuh. Tidak sekadar mengimbau, tapi turun langsung, mengawal proses, melakukan monitoring dan evaluasi (monev), bahkan tak segan-segan mengambil langkah cepat demi menggenjot perekonian rakyat. Tentu dengan melakukan kajian mendalam terhadap sektor-sektor mana saja yang bisa memberikan multiplier effect yang cocok sesuai dengan karakteristik ekonomi di Minahasa.
IV. pembangunan sosial dan budaya.
Hal yang kadang dilupakan banyak orang, karena tidak berhubungan dengan hal fisik, materi, visible, dan measureable. Namun, kualitas pembangunan akan ditakar dari seberapa sehat kondisi sosial masyarakatnya sehingga memberikan suasana kondusif bagi pembangunan itu sendiri. Gagah berani dan kokoh terpancar dari patung Korengkeng dan Sarapung seketika kita memasuki Kota Tondano. Sayang, kisah kepahlawanan dua ksatria Minahasa itu masih menjadi serpihan-serpihan memori kultural Minahasa tentang sejarah heroisme bangsa Minahasa yang berserakan di atas amnesia budaya Tou Minahasa. Di sinilah, perlunya role model, keteladanan, budi pekerti, kearifan, dan kebijaksanaan kepemimpinan yang tercermin dalam suasana masyarakat yang berkarakter.
Masyarakat Minahasa semestinya memiliki nilai-nilai keteladanan tersebut yang merupakan kearifan lokal leluhur Minahasa yang turun temurun. Modal budaya mapalus menjadi social capital bagi pembentukan karakter budaya bangsa rakyat Minahasa. Sayangnya hal ini mulai tergerus seiring dengan menguatnya individualisme, materialisme, dan konsumerisme akibat dari serbuan kapatalisme global yang makin tak terbendung.
Dari semua harapan-harapan rakyat tersebut, kini kita tentu membutuhkan pemimpin Minahasa yang benar-benar mampu (capable), berkomitmen kuat (reasonable), dan berhati nurani (integrity). Artinya, kita tidak sekadar mencari figur yang cerdas, tapi integritasnya diragukan atau sebaliknya.
Menjelang Pilkada Minahasa, sejumlah asa dipundakkan pada sosok calon pemimpin Minahasa yang diharapkan mampu membawa Minahasa ke depan menjadi daerah otonom yang mampu bersaing di era global dengan tetap mempertahankan ciri khas budaya dan kearifan lokal.
Ada tiga harapan rakyat Minahasa versi survei lembaga Institute of Community Research and Empowerment Sumekolah (ICRES, OCT/2007) dalam laporan tahunannya menyebutkan figur pemimpin Minahasa yang paling dibutuhkan mencakup tiga hal yakni; Pertama, figur intelektual dan cerdas. Kedua, memiliki integritas, yang didasarkan pada nilai-nilai moralitas dan religius yang melekat pada karakter pribadinya. Ketiga, populis dan merakyat.
Ketiga hal ini memang ibarat mencari jarum di tumpukan jerami. Karena itu, berharap orang Minahasa akan secara cerdas menentukan pilihannya. Menuju Minahasa yang besar, makmur, berjaya, tentu membutuhkan pula pemimpin yang besar, dengan kualitas dan kapabilitas yang didasarkan pada nilai-nilai moralitas dan komitmen yang kuat untuk melakukan perubahan untuk Minahasa. Siapa Pemimpin itu, semua terserah kepada rakyat Minahasa yang akan menentukan pilihannya pada tanggal 18 Desember nanti. Selamat milih?(habis)
Penulis adalah Tou Minahasa.
0 comments:
Post a Comment