Thursday, July 8, 2010

Menggali Identitas Minahasa dari Sejarah

Minahasa, sebuah bangsa yang terletak di jazirah utara pulau Sulawesi, memiliki sejarah yang panjang, seperti halnya bangsa-bangsa lain di republik ini. H.B. Palar, seorang sejarawan dari Minahasa menulis sejarah Minahasa dari zaman kunonya hingga masa penjajahan Belanda dengan menggunakan sumber-sumber dari berbagai perpustakaan, baik dalam negeri maupun luar negeri. Sehinga, melalui bukunya yang berjudul "Wajah Lama Minahasa" ini, beberapa fakta sejara baru terungkap, demikian beberapa hal lagi bertambah untuk mencari akar identitas orang Minahasa.

Kesulitan untuk mencari mengenai asal usul orang Minahasa adalah karena tidak adanya dokumen tertulis dari masa awal itu yang menceritakan langsung tentang siapa dan kapan nenek moyang orang Minahasa berada di tanah ini. Cerita tentang siapa leluhur Minahasa kebanyakan diambil dari dokumen-dokumen para misionaris Spanyol dan Portugis, serta para zending Belanda. Dokumen-dokumen itu kebanyakan dalam bentuk laporan, yang data-datanya adalah hasil observasi dan apa yang diceritakan secara lisan oleh orang-orang Minahasa di masa itu.

Sejarah orang Minahasa umumnya di tulis oleh orang-orang asing yang datang ke tanah ini dengan maksud penginjilan. Palar mencatat beberapa nama yang sejak abad 19 berusaha mencari jawab mengenai asal usul orang Minahasa, mereka antaranya: Dr. JGF Riedel, Pdt. Wilken, Pdt. J. Wiersma. Meski beragam cerita yang mereka dapat, namun umumnya mereka mengemukakan tiga tokoh sentral terkait dengan nenek moyang orang Minahasa, yaitu Lumimuut, Toar dan Karema.

Karema, dimengerti sebagai "manusia langit", dan Lumimuut dan Toar adalah leluhur dan cikal bakal dari orang-orang Minahasa. Manusia awal di Minahasa yang berasal dari Lumimuut dan Toar, dikisahkan adalah pertama, Makarua Siow atau golongan dua kali sembilan. Kedua, makateluh-pitu atau golongan tiga kali tujuh. Ketiga, Pasiowan telu, atau orang kebanyakan. Tempat semula dari Lumimuut dan Toar serta keturunannya disebut Wulur Mahatus. Kelompok-kelompok awal ini kemudian berkembangan biak dan bermigrasi ke beberapa wilayah di tanah Minahasa.

Ketika keturunan Lumimuut-Toar semakin banyak, maka pada suatu waktu mereka mengadakan rapat di sebuah tempat yang ada batu besarnya (batu itu yang kemudian disebut Watu Pinawetengan). Di sana para leluhur Minahasa bermusyawarah untuk bersepakat tentang pembagian tanah. Peristiwa itu menurut perkiraan terjadi sekitar abad VII atau VIII.

Perkembangan kemudian adalah ketika orang-orang Minahasa terbagi pada beberapa sub etnis. Awalnya ada empat subetnis, yaitu Tombulu, Tonsea dan Toutemboan. Belakangan lahir sub-sub etnis yang lain, yaitu Toulour, Tonsawang, Pasan, dan Bantik.

Nama "Minahasa" sendiri digunakan belakangan setelah masa-masa awal itu. "Minahasa" umumnya diartikan "telah menjadi satu". Palar mencatat, berdasarkan beberapa dokumen sejarah disebut bahwa pertama kali yang menggunakan kata "minahasa" itu adalah J.D. Schierstein, Residen Manado, dalam laporannya kepada Gubernur Maluku pada 8 Oktober 1789. "Minahasa" dalam laporan itu diartikan sebagai "Landraad" atau "Dewan Negeri" atau juga "Dewan Daerah".

Dalam sejarahnya di tahun-tahun itu, selain Minahasa pernah terlibat perang dengan Bolaang Mongondow, Minahasa juga pernah berperang dengan Spanyol yang dimulai tahun 1617 dan berakhir tahun 1645. Perang ini dipicu oleh ketidakadilan Spanyol terhadap orang-orang Minahasa, terutama dalam hal perdagangan beras, sebagai komoditi utama waktu itu. Perang terbuka terjadi nanti pada tahun 1644-1646. Akhir dari perang itu adalah kekalahan total Spanyol, sehingga berhasil diusir oleh para waranei (ksatria-ksatria Minahasa).

Di rentang tahun 1679 sampai 1809, adalah masa Kompeni Belanda dengan VOCnya. Di masa ini terjadinya ketegangan yang cukup panas antara hukum adat orang Minahasa dengan hukum Belanda. Perjumpaan antara orang-orang Belanda dengan Minahasa memang tidak terjadi secara baik, karena motivasi orang-orang Belanda sudah tentu ada menjajah. Sementara orang Minahasa tidak suka dijajah. Sejumlah perjanjianpun dibuat untuk berusaha menaklukan orang Minahasa. Tapi, perlawanan pun harus terjadi, puncaknya adalah Perang Tondano yang terjadi tahun 1808 sampai 1809.

Perang Tondano, yang berlangsung selama 11 bulan dan 4 hari itu, terjadi secara herois. Demi mempertahankan kedaulatan Tanah Minahasa, para waranei Minahasa rela mati. Pada tanggal l4 malam jelang tanggal 5 Agustus 1809, perang berkecemuk dengan sengitnya, dan berakhir dengan kakalahan orang Minahasa. Fakta sejarah ini, sekaligus membuktikan bahwa orang Minahasa adalah orang-orang yang rela mempertaruhkan nyawanya demi kemedekaan tanahnya. Sekaligus juga mengkoreksi stigma banyak orang kepada orang-orang Minahasa, bahwa "orang-orang Minahasa penjilat Belanda". Stigma itu sudah tentu tidak benar, karena Perang Tondano, adalah Perang Minahasa melawan Belanda.

http://id.shvoong.com/books/1924921-menggali-identitas-minahasa-dari-sejarah/

0 comments:



Lindungi Danau Kita dengan Menjaga Hutan Kita. Jangan biarkan ini terjadi!

http://www.wepa-db.net/pdf/0712forum/presentation26.pdf

Popular Posts