Upaya Mengakhiri Ketegangan di Perbatasan
Oleh AT Paruntu
Perhimpunan bangsa-bangsa di Asia Tenggara, ASEAN, dibentuk melalui sebuah dokumen politik berupa Deklarasi Bangkok pada 8 Agustus 1967.
Di situ di¬nyatakan ASEAN bertujuan menciptakan kerja sama dalam pembangunan ekonomi, bertetangga dengan baik, dan mendukung terciptanya situasi damai di kawasan.
Kemudian, pada pertemuan di Bali pada 24 Februari 1976 disepakati Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC), yang menyatakan anggota ASEAN akan menempuh cara-cara damai untuk menyelesaikan perselisihan antarmereka, dan akan menahan diri untuk menggunakan kekuatan militer, dan masalah akan diatasi dengan perun¬dingan damai.
Indonesia pernah punya sengketa wilayah dengan Malaysia, yang berakhir di Mahkamah Internasional pada 17 Desember 2002, dengan menetapkan kedaulatan Malaysia bagi Pulau Sipadan dan Ligitan. Jadi, berdasarkan itu, Kuala Lumpur mulai mengklaim telah terjadi perubahan perbatasan di laut dengan RI.Malaysia menghadirkan kekuatan AL di sekitar perairan Ambalat (gun boat diplomacy). Ternyata, keha¬diran Malaysia guna mengamankan eksplorasi migas yang disebut blok ND 6 dan blok ND 7 diprotes Jakarta. Sebelumnya, sejak 1980, Pemerintah RI telah memprotes Malaysia karena memberikan hak eksplorasi pada perusahaan minyak Shell di perairan itu, karena dianggap telah melanggar wilayah perairan yang berada di wilayah RI.
Untuk itu, TNI AL menggelar gugus tempur laut serta patroli udara oleh TNI-AU. Pihak Malaysia dengan KD Kerambit sempat berhadap-hadapan dengan KRI Nuku di Karang Unarang. Malaysia juga melakukan patroli udara sampai ke perairan Sulawesi. Meski Malaysia sebagai penandata¬ngan TAC, pada kenyataannya tetangga kita itu sejak 2002 merasa unggul karena mendapatkan Sipadan dan Ligitan.
Kasus penangkapan nelayan Malaysia oleh kapal patroli yang tidak bersenjata dari Kementerian Kelautan dan Perikanan malah berujung pada penangkapan tiga ABK oleh kapal patroli polisi perairan Malaysia.
Dengan adanya kasus ini, seharusnya DPR RI memanggil Panglima TNI untuk klarifikasi pengamanan perbatasan, khususnya perbatasan laut dengan Malaysia. Kementerian Luar Negeri telah mengirimkan nota protes, dan menerima arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar masalah ini diselesaikan secara baik. Artinya, RI akan taat terhadap prinsip ASEAN: “They shall refrain from the threat or use of force and shall at all times settle such disputes themselves through friendly negotiation."
Menjaga Kedaulatan RI
Terkait RUU Komponen Cadangan, masih banyak pihak yang menentang. Dengan sistem pertahanan pulau, TNI dengan konsep ini dapat meninjau ulang peran Kodam dengan mengisi ke¬kuatan darat. Sebab, untuk pengisian alat utama sistem senjata memerlukan waktu lama, meski telah dilaksanakan pengadaan tiga kapal korvet dari Belanda, ataupun sejumlah pesawat tempur Sukhoi dari Rusia.
Sejauh ini, terkait patok perbatasan darat sudah terjadi banyak pelanggaran yang dilakukan pihak Malaysia, karena ketiadaan aparat keamanan. Negara tetangga de¬ngan dalih kepentingan ekonomi leluasa menguras kekayaan alam kita. Kayu, ikan, dan lain-lain dicuri para tetangga tanpa perlawanan.
Dalam perjanjian perbatasan, dibenarkan rakyat yang tinggal di perbatasan darat bercocok tanam di dae¬rah perbatasan karena tanah adat. Kenyataannya, pihak Malaysia memanfaatkannya untuk membuka perkebunan kelapa sawit jauh memasuki wilayah RI, dan itu terjadi di Kalimantan Barat maupun Kalimantan Timur.
Untuk pengamanan laut perbatasan dengan Filipina, TNI- AD telah hadir di Pulau Miangas, dan TNI-AL berpatroli dari pangkalan Bitung. Seharusnya, patroli udara juga digelar. Sebab, para pencuri ikan dari Filipina juga punya kaki tangan yang melaporkan bahwa kapal patroli TNI-AL sedang sandar di Lanal Bitung. Di Maluku juga demikian polanya, sehingga illegal fishing oleh nelayan asing marak terjadi di Laut Ambon.
Kekuatan Satgas TNI
Untuk pengamanan daerah perbatasan memerlukan dana yang dialokasikan pemerintah sebagai dana operasi TNI dan Polisi. Selama ini ada Kostrad, Bakorkamla, Gugus Tempur Laut, Komando Pertahanan Udara Nasional yang disiapkan TNI guna menghadapi ancaman yang datang dari luar maupun dalam negeri.
Namun, di waktu damai perlu dipikirkan kehadiran kekuatan TNI untuk pengamanan daerah perbatasan dalam satu komando pengendalian, dengan organisasi satuan tugas yang dipimpin seorang perwira tinggi TNI. Kekuatan yang dialokasikan sebaiknya kecil saja, namun diharapkan mampu menghadapi setiap ancaman yang mungkin timbul seperti kejadian di perbatasan laut dan perbatasan darat RI. Satgas ini merupakan strategi tangkal ataupun preemptive.
Komandan Satgas bertanggung jawab langsung pada Panglima TNI. Satgas TNI terdiri dari satuan darat, laut, dan udara dengan lama penugasan enam bulan. Mereka digelar di perbatasan RI-Malaysia, RI-Filipina, RI-PNG, RI-Timor Leste, dan RI-Australia. Komandan satgas sebaiknya seorang perwira tinggi yang dilengkapi kapal-kapal patroli, pesawat intai dan satuan darat setingkat batalion dilengkapi helikopter untuk pemindahan pasukan serta fasilitas komando dan pengendalian.
Pada perbatasan laut lainnya dengan negara tetangga dilakukan kegiatan patroli rutin dengan kehadiran kapal perang RI di ZEE dan patroli TNI-AU.
Apabila Satgas TNI menghadapi konflik militer di wilayah hukum RI, maka penyelesaian “interstates conflict” pada awalnya dilakukan tindakan diplomatik dengan nota protes, tidak ditanggapi dengan tindakan berikut penarikan duta besar.
Apabila ada negara tetangga yang tidak taat pada Deklarasi ASEAN dengan melibatkan kekuatan militer, maka RI jangan diam. Dan satgas perbatasan bertanggung jawab melancarkan tindakan preemptive dengan mengusir keluar kapal perang asing dan menangkap pelaku illegal fishing yang berada di perairan Indonesia. Pelanggaran di perbatasan darat diatur bersama imigrasi setempat, namun apabila terjadi kontak senjata, upayakan jaring lawan dibongkar.
Pada akhirnya, penyele¬saian konflik diangkat pada persidangan Dewan Keamanan PBB guna mencapai penyelesaian damai.
Bangsa kita jangan terpaku karena perimbangan kekuatan militer yang tidak seimbang.
Menurut Gene Sharp, kredibilitas satu negara terdiri dari jumlah penduduk dan kekuatan militer. Untuk itulah bangsa Indonesia dengan jumlah penduduk nomor empat di dunia sadar apabila negara menghadapi kekuatan militer dari negara mana pun, diperlukan kekuatan cadangan untuk pertahanan negara.
Dalam waktu damai komponen cadangan setelah dilatih di matra masing- masing dapat ditempatkan dalam penugasan Satgas TNI di perbatasan, atau dilibatkan sebagai kontingen RI dalam rangka pasukan perdamaian PBB. (Sumber: Sinar Harapan, 24 Agustus 2010)
https://gagasanhukum.wordpress.com/tag/at-paruntu/
0 comments:
Post a Comment