Tuesday, August 16, 2011

DEMI MERAH PUTIH: Peran Waraney-Waraney Minahasa Dalam Mempertahankan Kemerdekaan RI

Oleh: Albert WS Kusen

Inilah Yang Sudah Kami Buat

John F Kennedy (JFK) pernah mengungkapkan ekspresinya sebagai presiden Amrik (AS) yang terkenal, “jangan tanyakan kepada negaramu apa yang sudah negara berikan kepadamu, tapi tanyakan kepada dirimu, apa yang sudah kamu buat untuk negaramu”. Suatu ungkapan yang memiliki makna yang strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; makna yang menggugah rasa cinta yang tinggi kepada tanah air. Suka atau pun tidak suka masih relevan untuk dikonstruksikan kembali sebagai wacana sejarah dan budaya politik untuk dijadikan sebagai cara hidup dalam praksis kekinian di era globalisasi.

Sebagaimana salah satu kegunaan kisah-kisah historis merupakan sumber motivasi dan inspirasi bagi siapa pun yang hidup pada masa kini, terutama kepada generasi muda bahwa ungkapan ekspresi JFK di atas bukanlah sesuatu yang tidak pernah dilakoni oleh anak-anak negeri kita, baik pada era perjuangan merebut kemerdekaan maupun pada era di mana eksistensi proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia sebagai negara baru belum diakui di pentas politik dunia – internasional. Hal ini mendorong para pejuang kemerdekaan bersama generasi penerusnya kembali berjuang (militer dan diplomasi) dengan satu tekad mempertahankan kemerdekaan atau mati!

Bahwa berkenaan dengan legalitas kedirian Indonesia sebagai negara yang baru mengklaim kemerdekaannya secara internal mengalami keterpurukan diplomasi di pentas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tidak dapat dipungkiri kolonial Belanda yang menganggap kawasan nusantara lainnya masih dalam genggemannya (penjajahan), dengan licik memanfaatkan pasca perang dunia II sebagai peluang; memboncengi tentara sekutu untuk kembali melanjutkan masa penjajahannya di bumi Indonesia. Para pejuang kemerdekaan yang telah dengan susah payah memperjuangkan kemerdekaan RI mengambil sikap politik untuk melanjutkan perjuangan yang secara historis ditunjukkan melalui beberapa peristiwa seperti  10 November di Surabaya, Bandung Lautan Api, Serangan Umum di Yogya, Peristiwa di Tanggerang dan tidak kalah pentingnya adalah Peristiwa Merah Putih 22 Januari di Gorontalo dan 14 Pebruari 1946 di ujung utara nusantara Manado. Bahwa melalui peristiwa-peristiwa ini, para kusumah bangsa sudah membumikan ungkapan ekspresi JFK di atas “…apa yang sudah kamu buat untuk negaramu”.

Catatan ini coba menyibak kisah perjuangan beberapa anak negeri yang pernah berbuat untuk bangsa dan negaranya, ketika mereka berkiprah mempertahankan eksistensi kemerdekaan RI dari tangan kolonial Belanda. Namun, dengan tidak berlebihan para tokoh yang akan diaktualisasikan melalui catatan ini adalah para patriot dari utara  yang dahulu dikenal tanah malesung (Toar-Lumimuut) Minahasa. Urutan profile patriot yang akan disampaikan diurut berdasarkan abjad.

A. E. Kawilarang
ALEX E. KAWILARANG (AEK). Almarhum AEK  memulai karirnya pada 1945 sebagai perwira penghubung dengan Pasukan Inggris di Jakarta . Ia pernah menjadi  Komandan Resimen Infanteri Bogor, kemudian pada 1946 menjadi  Komandan Brigade II Sukabumi. Pada 1948, Kawilarang menjabat sebagai Komandan Brigade I/Siliwangi di Yogyakarta. Pada 1949 ia menjadi Komandan Teritorium Sumatera Utara, lalu menjabat Panglima Tentara dan Teritorium I hingga  1950. Pada 1951, ia menjabat Panglima TT VII/Indonesia Timur dan pada November  tahun yang sama menjadi Panglima TT III/Siliwangi.

AEK pernah disorot pers ibukota pada tahun limapuluhan. Ketika itu secara mengejutkan Alex menangkap Menlu Roeslan Abdulgani di lapangan terbang Kemayoran dengan tuduhan korupsi. Roeslan ketika itu bersiap-siap untuk berangkat ke luar negeri. Belakangan Presiden Soekarno meminta Panglima Siliwangi ini membebaskan kembali Menlunya itu. Langkah Alex yang lain yang sulit dilupakan masyarakat politik pada era 50-an ialah ketika ia menempeleng Soeharto di Makassar. AEK  marah karena selaku Panglima Wirabuana ia baru melaporkan kepada Presiden Soekarno bahwa keadaan di Makassar sudah aman.

Tuesday, June 22, 2010

Makna Minawanua

Oleh: Albert Kusen

Istilah Minawanua sebelumnya tidak dikenal sama sekali. Diinformasikan oleh Supit (1991), bahwa dahulu tempat itu hanya dikenal sebagai ‘pusat pemukiman Walak Tondano’. Oleh Kompeni Belanda sering disebut Groot Tondano atau Tondano Boven. Nanti setelah usai Perang Tondano terakhir (Agustus 1809) disebut Minawanua sebagai nama dari pemukiman Walak Tondano yang musnah atau dibumi hanguskan pada perang terakhir melawan pasukan Kompeni Belanda tersebut. Meskipun demikian, apabila ditinjau dari sudut bahasa (secara etimologi=asal usul kata/istilah), Minawanua pada hakekatnya berarti ‘tempat tinggal’ (wanua) yang telah tiada’ (Mina= telah tiada; Wanua= tempat tinggal).



Lindungi Danau Kita dengan Menjaga Hutan Kita. Jangan biarkan ini terjadi!

http://www.wepa-db.net/pdf/0712forum/presentation26.pdf

Popular Posts